Senin, 12 November 2012

PORIFERA


PORIFERAII   TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi
Menurut Romimohtarto & Juwana (2009), Spons diklasifikaikan sebagai berikut :
                   Kingdom : Animalia
                            Phylum : Porifera
                                    Class : Demospongiae
                                             Ordo : Dictioceractida
                                                    Family : Dicticeractidaceae
                                                             Genus : Spongilla
                                                                    Spesies : Spongilla sp.



Gambar 1. Spongilla sp.
Berdasarkan jenis spikulanya spongs terbagi atas 3 Class yaitu Calcarea spons yang terbuat dari CaCO3, spongs ini memiliki tubuh yang disusun oleh spikula kalsium karbonat, umumnya calcarea lebih kecil dengan choanocytes yang besar. Hexactinellida kadang disebut spongs kaca, dengan spikula silika yang berujung, biasanya didapatkan pada kedalaman yang tinggi melekat pada substrat dengan bantuan batang semu. Demospongiae Class ini merupakan  Class terbesar yang meliputi hampir 95% dari seluruh jenis spongs. Tipe saluran air umumnya leuconoid dan hidup di laut, terkecuali hanya 1 familly yang hidup di air tawar yaitu spongilidae (Suwarni, 2008).
B. Morfologi dan Anatomi
            Ukuran tubuh porifera sangat bervariasi, dari sebesar kacang polong sampaia setinggi lebih dari 1 m, bentuk spons bermacam-macam beberapa simetris radial tetapi kebanyakan berbentuk irreguler dengan pola bervariasi. Permukaan tubuh terdapat lubang-lubang atau pori-pori (asal nama porifera) yang merupakan lubang air masuk ke spongocoel, untuk keluar melaui osculum (Aslan, dkk., 2012).
Ada tiga macam bentuk struktur tubuh spons yaitu ascnoid, syconoid dan leucnoid. Struktur asconoid adalah bentuk yang paling sederhana strukturya sangat tipis tanpa lipatan tubuh dan dimiliki oleh class calcare dan sebagian kecil demospongia. Struktur syconoid  mempunyai lipatan pada kedua sisi eksterior dan entetior. Leuconoid yaitu struktur yang kompleks, struktur leuconoid banyak dimiliki oleh sebagian besar class demospongia dan seluruh hexatinellida (Hadi, 2010).
Beberapa tipe sel pada spongs adalah lapisan pinacocytes (sel kulit) dan lapisan choanocytes (sel pengumpul makanan dan pemompa air), diantara kedua lapisan tersebut adalah lapisan gelatin mesohyl atau mesenchyme yang terdiri atas sclerocytes dan  spongocytes (sel yang mensekresi skeleton), archeocytes, (sel yang mampu berubah menjadi bentuk sel lain pada sponge yang sama), dan collenocytes (sel massa konektif)  bagian  dalam tubuh  spongs  terdapat  sistem kanal  atau saluran  air  yang  masuk  melalui  ostia, akan  melewati sejumlah saluran kanal tersebut sebelum masuk ke dalam rongga atau langsung menuju atrium, di dalam rongga dimana terdapat sel choanocytes yang merupakan elemen penting dalam sirkulasi air. Sel berkerah dengan flagellum yang setiap saat aktif bergerak secara spiral membangkitkan arus yang menghisap air dari ostia. Partikel makanan akan  melengket  pada  permukaan luar  sel  dan  kemudian  diserap  ke  dalam  sel,  selanjutnya  air terbawa keluar menuju osculum (Suwarni, 2008).
Spons tumbuh dengan bentuk yang bermacam-macam. Beberapa jenis spons tumbuh menutupi substratnya dengan ketebalan yang berbeda-beda (encrusting), tumbuh menjalar di atas substrat (repent/stoloniferous) maupun tumbuh mengebor ke dalam substrat (burrowing). Ada yang tumbuh besar dengan  bentuk  yang  tidak  beraturan  (massive), menyerupai  pohon kecil  (branching/aborescent),  tangan  (palmate),  jari-jari  (digitate), bola  (globular), jarum pentul (stipitate), daun (foliaceous),  kipas  (flabellate),  mangkok (cupriform) dan tabung (tubular). Spons  mempunyai  banyak  pori-pori  kecil  tempat  masuknya  air  ke  dalam  tubuh yang  tersebar  di  sepanjang  tubuh  spons  disebut  ostium (tunggal  ostia). Selain  itu,  ada  pori-pori  besar  tempat  keluarnya  air  dari  dalam  tubuh spons disebut oskulum  (tunggal  oskula). Pada  umumnya  oskula  berjumlah  sedikit  dan terletak  pada  bagian  ujung  ataupun  pada  sisi atas tubuh spons (Hadi, 2010).
                                                  







      Gambar 2. Struktur spons secara umum
C.  Habitat dan Penyebaran
Phylum Porifera termasuk spons yang hidupnya melekat dikarang dan merupakan koloni yang terdiri dari sekelompok hewan yang mirip tabung-tabung kecil seperti vas yang bersatu di dasar dengan tabung horizontal yang memiliki kantung berdinding tipis yang mengelilingi ruang sentral spongocoel dengan sebuah lubang besar yang disebut osculum. Kurang lebih 9.000 spesies spons hanya sekitar 100 yang hidup di perairan tawar, penyebaran sangat luas, di temukan mulai dari perairan tropis sampai di bawah tutupan es Kutup Selatan (Aslan dkk., 2012).
Spons tumbuh stabil mempunyai masa hidup yang panjang dan kecepatan pertumbuhannya berbeda untuk setiap golongan. Beberapa spons Ordo Haplosclerida mampu tumbuh beberapa sentimeter dalam beberapa minggu namun mempunyai masa hidup yang  pendek berbeda dengan spesimen Sclerospongia (fosil hidup)  yang pernah diketemukan mempunyai diameter mencapai 30 cm dan diperkirakan  berumur  5000 tahun (Hooper, 2000 dalam Hadi, 2010).
Menurut Rachmat (2007), spons di Indonesia kawasan Timur umumnya terdapat pada kedalaman 6-20 m, sedangkan menurut Suharyanto (2008), menuturkan bahwa umumnya spongs tumbuh subur dan terdistribusi pada ke dalaman 3-12 m. Pertumbuhan spongs lebih baik pada kedalaman 12 m daripada 3 m, namun jumlah koloni spongs pada kedalaman 12 m lebih sedikit daripada kedalaman 3 m dan mayoritas spongs  yang  ditemukan  tumbuh  baik  dan  subur  pada daerah yang kondisi terumbu karangnya rata-rata jelek (0-49,9%), misalnya  Auletta  sp. tumbuh  sangat  baik  dan bentuknya beraturan pada karang yang sudah mati. Pada daerah yang kondisi terumbu karangnya masih baik (>50%), kebanyakan spongs tumbuh tidak beraturan dan tidak subur, bahkan pertumbuhannya cenderung terganggu.
Bentuk pertumbuhan spons umumnya dipengaruhi oleh lingkungan tempat spons hidup. Spons yang hidup di perairan dalam cenderung tumbuh ke atas, sedangkan spons yang tumbuh pada perairan dangkal dengan arus yang kuat cenderung untuk tumbuh melebar atau merambat. Selain itu, warna spons  juga berbeda tergantung intensitas cahaya yang diterima. Spons yang  hidup  ditempat  yang terang cenderung mempunyai warna yang agak coklat kehitaman,  namun  terlihat  pucat  atau  putih  apabila  hidup  di  tempat  yang  kurang  sinar  atau gelap (Hadi, 2010).
D.  Reproduksi
Untuk reproduksi seksual, hewan porifera membutuhkan air yang mengalir untuk membantu pertemuan sperma dengan telur. Spons dilakukan baik secara seksual maupun aseksual, dengan cara aseksual mereka menghasilkan tunas dan apa yang disebut gamul (gammules). Tunas tersebut  dapat  terlepas dan membentuk hewan terpisah atau tetap menempel seperti pada leucosolenia, bahkan suatu  kumpulan hewan-hewan yang rumit dihasilkan dan dapat menjadi besar.  Dalam perkembangbiakan seksual, telur dan spermatozoa berasal dari sel amoeba yang berkeliaran di lapisan -lapisan tengah seperti pada Tipe Sycon (Romimohtarto, 2005).
Reproduksi aseksual terjadi dengan cara pembentukan tunas (budding) atau pembentukan sekelompok sel esensial terutama amoebocyte. Porifera mempunyai kemampuan melakukan regenerasi yang tinggi. Bagian tubuh sepon yang terpotong atau rusak akan mengalami       regenerasi yang              utuh kembali. Kemampuan melakukan  regenerasi  ada batasnya,  misalnya  potongan  sepon leuconoid harus lebih besar dari 0,4 mm dan mempunyai beberapa sel choanocyte  supaya mampu  melakukan  regenerasi menjadi sepon baru yang kecil (suwarni 2008) .




Gambar 3. Reproduksi aseksual
E. Makanan dan kebiasaan makan
Makanan PhylumPorifera  adalah  partikel  yang  sangat kecil 80% partikel yang kurang dari 5 µm dan 20% terdiri atas bakteri, dinoflagellata dan nanoplakton partikel yang berukuran 5 µm 50 µm dimakan dan dibawa oleh amoebocyte. Cara makannya dengan menyaring partikel yang sangat kecil, partikel makanan ditangkap oleh fibril kelepak pada choanocyte (Megner, 1968 dalam Suwarni,2008).
Spons adalah pemakan menyaring (filter feder), ia memperoleh makanan dalam bentuk partikel organik renik hidup atau tidak seperti bakteri mikroalga dan detritus yang masuk melalui pori-pori arus masuk yang terbuka dalam air dan di bawa ke dalam rongga lambung atau ruang-ruang bercambuk (Romimohtarto, 2005). Porifera bersifat holozoik, dan saprozoik. Partikel-pertikel makanan menempel pada kolar, pada saat itu mikrovil-mikrovil koanosit bertindak sebagai filter. Makanan yang telah disaring oleh filter tadi diolah di dalam vakuola makanan dengan bantuan enzym-enzym pencernaan (Karbohidrase, protease, dan lipase). Vakuola tadi kemudian mengadakan gerakan siklosis (dalam rangka mengedarkan sari-sari makanan di dalam sel koanosit itu sendiri). Setelah itu zat-zat makanan akan di edarkan ke sel-sel tubuh secara difusi dan osmosis oleh amubosit (Rusyana, 2011).
F. Nilai ekonomis
            porifera berperan besar bagi sumber daya manusia, dimana  merupakan sumber   makanan yang bergizi  dan nilai jual yang cukup mahal diekspor ke luar negeri. Demikian  pula dengan jenis yang dapat dijadikan obat antibiotik seperti jenis (asteroidean) kemudian menjadi nilai estetika yang tinggi dari jenis lili laut (Suwarni 2008). Di indonesia porifera belum memiliki nilai ekonomis, akan tetapi di Amerika telah terdapat pabrik-pabrik spons dari golongan Demospongia yang dapat dimanfaatkan sebagai alat pembersih (Rusyana, 2011).
Pemanfaatan spons laut sekarang ini cenderung semakin meningkat, terutama  untuk mencari senyawa bioaktif baru dan memproduksi senyawa bioaktif tertentu, pengumpulan spesimen untuk pemanfaatan tersebut, pada umumnya diambil secara langsung dari alam dan belum ada dari hasil budidaya. Cara seperti ini, jika dilakukan secara terus menerus diperkirakan dapat mengakibatkan  penurunan  populasi  secara  signifikan  karena  terjadi  tangkap lebih (overfishing), terutama pada jenis-jenis tertentu yang senyawa bioaktifnya sudah  diketahui  aktifitas  farmakologiknya dan sulit dibuat  sintesisnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemanfaatan yang berkesinambungan, kelestarian sumber daya ini perlu dijaga dan dipertahankan (Suparno, 2005).












III.  METODE PRAKTEK
A. Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 2-11-2012 pukul 02.00-04.00 WITA dan tempat dilaksanakan praktikum ini di Laboratorium Produksi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum filum porifera kali ini dapat dilihat pada Tabel 1.
     Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan beserta kegunaannya
No.
Nama Alat dan Bahan
Kegunaan
A
Alat
-          Baki
-          Pisau bedah
-          Alat Menggambar

-          Wadah /Toples

-          Alat tulis menulis
-          Lap kasar

-          Buku identifikasi

-          Tempat untuk membedah bahan.
-          Untuk membedah bahan.
-          Untuk menggambar morfologi dan anatomi obyek yang diamati.
-          Tempat obyek yang diamati secara morfologi.
-          Untuk menulis laporan sementara.
-          Untuk membersikan tempat penyimpanan obyek yang diamati.
-          Sebagai petunjuk untuk mengidentifikasi objek yang diamati.

B
Bahan

-  Spons (Spongilla sp.)

-  Formalin


-          Obyek yang diamati bentuk morfologi dan anatominya.
-          Unuk mengawetkan obyek pengamatan agar tidak busuk.






C. Prosedur Kerja
            Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum filum porifera adalah sebagai berikut:
1.    Mengamati oraganisme yang telah di ambil dari perairan.
2.    Meletakkan organisme pada baki (dissecting-pan) kemudian mengidentifikasi bagian-bagian organisme tersebut.
3.    Menggambarkan bentuk secara morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah di identifikasi dan memberi keterangan pada buku gambar.










IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Hasil Pengamatan pada praktikum Filum Porifera adalah sebagai berikut :
a.       Morfologi Filum Porifera (Spongilla sp.)

Keterangan :
1.      Spikula
2.      Osculum
3.      Pori-pori
4.      Base plate






            Gambar 9. Morfologi Filum Porifera
b.  

Anatomi Filum Porifera (Spongilla sp.)
                                                                                    Keterangan :
1.      Lapisan endoderm
2.      Spikula
3.      Spongocol



Gambar 10. Anatomi  Filum Porifera.

B. Pembahasan
Pada pengamatan spons yang telah dilakukan, terlihat struktur morfologinya terdapat osculum, ostium, dan sel epidermis. Hal ini sesuai dengan pendapat Aslan, dkk., (2012) yang mengatakan bahwa pada permukaan tubuh terdapat lubang-lubang atau pori-pori (asal nama porifera) yang merupakan lubang air masuk ke spongocoel, untuk akhirnya keluar melalui oskulum. Spongocoel adalah rongga pada tubuh Porifera yang berfungsi untuk menyebarkan makanan. Pada dinding tubuh Sepon terdapat lubang-lubang kecil yang disebut porosofil atau pori dan biasa disebut dengan ostium, bagian ini berfungsi untuk masuknya air dan zat makanan. Osculum adalah tempat pengeluaran air dan sisa metabolisme pencernaan dari tubuh Porifera, dimana Porifera ini sangat tergantung pada aliran air dalam tubuhnya.  Hal ini sesuai dengan pernyataan Hadi (2010), bahwa Porifera sangat tergantung pada aliran air, air tersebut masuk membawa oksigen dan makanan serta mengangkut sisa-sisa metabolisme keluar melalui osculum dan filum porifera juga memiliki sel epidermis sebagai sel terluar tubuh porifera yang berfungsi melindungi tubunya dari mangsanya.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada sepon yang telah di belah, tampak zat yang terbuat dari bahan gelatin yang meliputi Amoebocyte lapisan tengah tubuh porifera yang berfungsi untuk mengedarkan zat-zat makanan, Porocyte (porocyles) dan Myocyt(mesohyl) berfungsi untuk membuka atau menutup pori-pori, Koanosit (choanocyte) berfungsi untuk pencernaan makanan, Scleroblast berfungsi untuk membentuk spicula atau kerangka tubuh.  Acheochyte merupakan sel amoebosit untuk membentuk sel-sel lain dan spicula yang merupakan unsur pembentuk tubuh Porifera.
Bagian lapisan dalam dari spons terdiri atas sel-sel yang mempunyai flagel yang berfungsi untuk mencerna makanan dan bercorong yang disebut yang disebut sel leher atau sel koanosit.  Lapisan yang membatasi antara lapisan epidermis dan lapisan endodermis yang disebut mesoglea yang terdiri atas sel amebosit yang berfungsi sebagai pengangkut zat makanan dan sisa metabolisme sari sel yang satu ke sel lainnya.
Porifera berkembang biak secara aseksual maupun seksual. Reproduksi aseksual terjadi dengan cara pembentukan tunas (budding) ataupun pembentukan sekelompok sel esensial, terutama amebocyte. Kemudian di lepaskan. Reproduksi seksual terjadi baik pada sepon yang hermaprodit maupun diocious. Kebanyakan porifera adalah hermaprodit, namun sel telur dan sperma di produksi pada waktu yang berbeda. Sperma dan sel telur dihasilkan oleh amebocyte. Sumber lain mengatakan bahwa sperma juga dapat terbentuk dari choanocyte (Aslan. dkk, 2011).
Makanan Porifera berupa partikel zat organik atau makhluk hidup kecil yang masuk bersama air melalui pori-pori tubuhnya. Makanan akan ditangkap oleh flagel pada koanosit. Selanjutnya makanan dicerna di dalam koanosit. Dengan demikian pencernaannya secara intraselluler. Setelah dicerna, zat makanan diedarkan oleh sel-sel amubosit ke sel-sel lainnya. Sedangkan zat sisa makanan dikeluarkan melalui oskulum bersama sirkulasi air (Suwarni, 2011).

V.   PENUTUP
A.  Simpulan

Berdasarkan hail pengamatan dan pembahasan diatas, yang dapat di simpulkan pada praktikum filum porifera adalah sebagai berikut:
1.    Morfologi porifera yaitu tubuhnya terdiri atas pori-pori yang biasa disebut dengan ostium, memiliki osculum (lubang keluar) dan spikula. Tubuh porifera berbentuk simetris (tidak beraturan), namun ada juga yang bentuk tubuhnya simetris radial serta berbentuk seperti tabung, vas bunga, mangkuk atau tumbuhan.
2.    Bentuk anatomi dari spons terdiri atas spongocol,   dan terdiri atas spiculas, serta lapisan endoderm berfungsi untuk mengedarkan zat makanan dan dapat berubah fungsi menjadi ovum dan sperma.
3.    Porifera memiliki 3 saluran air yaitu Asconoid, Syconoid, dan Leukonoid. Bahan praktikum termasuk dalam tipe saluran askonoid karena memiliki saluran air yang sederhana atau tidak rumit.
4.    Porifera dibedakan atas tiga kelas yaitu Calcarea, Hexactinellida dan Demospongia
B. Saran
Saran yang dapat diajukan pada praktikum Filum Porifera yaitu sebaiknya pada praktikum berikutnya menggunakan mikroskop agar lebih mengetahui struktur tubuh spons ada pembanding antara jenis spons yang satu dengan jenis spons yang lainnya, agar dapat mengetahui secara pasti perbedaan diantara pembanding tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Aslan, M.L., Dkk. 2012. Penuntun Praktikum Avertebrata Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari.
Hadi, A.T., Biologi dan Ekologi Spons. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta. Oseana, 35 (1).
Rachmat, R. 2007. Spons Indonesia Kawasan Timur. Pusat Pengembangan Oseanografi-LIPI. Jakarta. Oseonologi dan Limnologi  Indonesia 33: 123-138.
Romimohtarto, K., dan Juwana, S. 2005. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.      Djambatan. Bandung.
Rusyana, A. 2011. Zoologi Invertebrata. Alfabeta. Ciamis. 238 Hal.
Suwarni. 2008. Optimalisasi Proses Belajar Mengajar Mata Kuliah Avertebrata Air yang Berbasis SCL (Students Center Learning). Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan.
i
 
 Universitas Hasanudin. 55 Hal.
Suharyanto. 2010. Distribution and covering percentage of sponge (Porifera) in different coral reef condition and depth in Barranglompo Island, South Sulawesi. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. Biodivesitas,        9 (7):209-212.
Suparno. 2005. Kajian Bioaktif Spons Laut (Forifera:Demospongiae) Suatu Peluang Alternatif Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia Dalam Bidang Farmasi. IPB. Bogor. 20 Hal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar