PORIFERAII TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi
Menurut Romimohtarto & Juwana (2009), Spons diklasifikaikan
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum
: Porifera
Class
: Demospongiae
Ordo : Dictioceractida
Family
: Dicticeractidaceae
Genus : Spongilla
Spesies
: Spongilla sp.
Gambar 1. Spongilla sp.
Berdasarkan jenis spikulanya spongs terbagi atas 3 Class yaitu Calcarea spons yang terbuat dari CaCO3, spongs ini memiliki tubuh
yang disusun oleh spikula kalsium karbonat, umumnya calcarea lebih kecil dengan choanocytes
yang besar. Hexactinellida kadang disebut spongs kaca,
dengan spikula silika yang berujung, biasanya didapatkan pada kedalaman yang tinggi
melekat pada substrat dengan bantuan batang semu. Demospongiae Class ini merupakan Class terbesar yang
meliputi
hampir 95% dari seluruh jenis spongs. Tipe
saluran air umumnya leuconoid dan hidup di laut, terkecuali hanya 1 familly yang hidup di air tawar yaitu spongilidae (Suwarni, 2008).
B. Morfologi dan Anatomi
Ukuran tubuh porifera sangat bervariasi, dari sebesar
kacang polong sampaia setinggi lebih dari 1 m, bentuk spons bermacam-macam beberapa
simetris radial tetapi kebanyakan berbentuk irreguler
dengan pola bervariasi. Permukaan tubuh terdapat lubang-lubang atau pori-pori
(asal nama porifera) yang merupakan lubang air masuk ke spongocoel, untuk keluar melaui osculum (Aslan, dkk., 2012).
Ada tiga macam bentuk struktur tubuh spons yaitu ascnoid, syconoid dan leucnoid. Struktur asconoid adalah bentuk yang paling sederhana strukturya sangat tipis tanpa lipatan tubuh dan
dimiliki oleh class calcare dan
sebagian kecil demospongia. Struktur syconoid
mempunyai lipatan pada kedua sisi eksterior dan entetior. Leuconoid yaitu struktur yang kompleks,
struktur leuconoid banyak dimiliki
oleh sebagian besar class demospongia
dan seluruh hexatinellida (Hadi, 2010).
Beberapa tipe
sel
pada spongs adalah lapisan pinacocytes (sel kulit) dan lapisan choanocytes (sel
pengumpul makanan dan pemompa air), diantara kedua lapisan tersebut adalah lapisan gelatin mesohyl atau mesenchyme yang terdiri
atas sclerocytes dan spongocytes (sel yang mensekresi skeleton), archeocytes, (sel yang mampu berubah menjadi bentuk sel
lain
pada sponge yang
sama), dan collenocytes (sel massa konektif) bagian dalam tubuh spongs terdapat
sistem kanal
atau saluran air
yang masuk
melalui
ostia, akan melewati sejumlah saluran kanal tersebut sebelum masuk ke dalam rongga atau langsung menuju atrium, di dalam rongga dimana terdapat
sel choanocytes yang merupakan elemen penting dalam sirkulasi air. Sel berkerah dengan
flagellum yang setiap saat
aktif bergerak
secara spiral membangkitkan arus yang menghisap air dari
ostia. Partikel makanan akan melengket
pada
permukaan luar sel dan kemudian diserap ke dalam sel,
selanjutnya
air terbawa keluar menuju osculum
(Suwarni, 2008).
Spons tumbuh dengan bentuk yang
bermacam-macam. Beberapa jenis spons tumbuh menutupi substratnya dengan
ketebalan yang berbeda-beda (encrusting),
tumbuh menjalar di atas substrat (repent/stoloniferous)
maupun tumbuh mengebor ke dalam substrat (burrowing).
Ada yang tumbuh besar dengan bentuk yang
tidak beraturan (massive),
menyerupai pohon kecil (branching/aborescent), tangan
(palmate), jari-jari
(digitate), bola (globular),
jarum pentul (stipitate), daun (foliaceous), kipas
(flabellate), mangkok (cupriform)
dan tabung (tubular). Spons mempunyai
banyak pori-pori kecil
tempat masuknya air
ke dalam tubuh yang
tersebar di sepanjang
tubuh spons disebut
ostium (tunggal ostia). Selain itu,
ada pori-pori besar
tempat keluarnya air
dari dalam tubuh spons disebut oskulum (tunggal oskula). Pada umumnya
oskula berjumlah sedikit
dan terletak pada bagian
ujung ataupun pada
sisi atas tubuh spons (Hadi, 2010).
Gambar 2. Struktur spons secara umum
C. Habitat dan
Penyebaran
Phylum
Porifera termasuk spons
yang hidupnya melekat dikarang dan merupakan koloni yang terdiri dari
sekelompok hewan yang mirip tabung-tabung kecil seperti vas yang bersatu di
dasar dengan tabung horizontal yang memiliki kantung berdinding tipis yang
mengelilingi ruang sentral spongocoel
dengan sebuah lubang besar yang disebut osculum. Kurang lebih 9.000 spesies spons hanya sekitar 100
yang hidup di perairan tawar, penyebaran sangat luas, di temukan mulai dari
perairan tropis sampai di bawah tutupan es Kutup Selatan (Aslan dkk., 2012).
Spons tumbuh stabil mempunyai masa hidup
yang panjang dan kecepatan pertumbuhannya berbeda untuk setiap golongan. Beberapa
spons Ordo Haplosclerida mampu tumbuh beberapa sentimeter dalam beberapa minggu
namun mempunyai masa hidup yang pendek berbeda
dengan spesimen Sclerospongia (fosil
hidup) yang pernah diketemukan mempunyai
diameter mencapai 30 cm dan diperkirakan
berumur 5000 tahun (Hooper, 2000 dalam Hadi, 2010).
Menurut Rachmat (2007), spons di Indonesia kawasan Timur
umumnya terdapat pada kedalaman 6-20 m, sedangkan menurut Suharyanto (2008),
menuturkan bahwa umumnya
spongs tumbuh subur dan terdistribusi pada
ke dalaman 3-12 m. Pertumbuhan spongs lebih baik pada kedalaman 12 m daripada 3
m, namun jumlah koloni spongs pada kedalaman 12 m lebih
sedikit daripada
kedalaman 3 m dan mayoritas spongs yang ditemukan tumbuh baik
dan subur pada daerah yang kondisi terumbu karangnya rata-rata
jelek (0-49,9%), misalnya
Auletta
sp.
tumbuh sangat
baik dan
bentuknya beraturan
pada karang yang sudah mati. Pada daerah yang kondisi
terumbu
karangnya masih baik (>50%), kebanyakan spongs tumbuh tidak beraturan dan tidak subur, bahkan
pertumbuhannya cenderung terganggu.
Bentuk pertumbuhan spons umumnya
dipengaruhi oleh lingkungan tempat spons hidup. Spons yang hidup di perairan
dalam cenderung tumbuh ke atas, sedangkan spons yang tumbuh pada perairan
dangkal dengan arus yang kuat cenderung untuk tumbuh melebar atau merambat.
Selain itu, warna spons juga berbeda
tergantung intensitas cahaya yang diterima. Spons yang hidup
ditempat yang terang cenderung
mempunyai warna yang agak coklat kehitaman,
namun terlihat pucat
atau putih apabila
hidup di tempat
yang kurang sinar
atau gelap (Hadi, 2010).
D. Reproduksi
Untuk
reproduksi seksual, hewan porifera membutuhkan air yang mengalir untuk membantu
pertemuan sperma dengan telur. Spons dilakukan baik secara seksual maupun
aseksual, dengan cara aseksual mereka menghasilkan tunas dan apa yang disebut
gamul (gammules). Tunas tersebut dapat
terlepas dan membentuk hewan terpisah atau tetap menempel seperti pada
leucosolenia, bahkan suatu kumpulan
hewan-hewan yang rumit dihasilkan dan dapat menjadi besar. Dalam perkembangbiakan seksual, telur dan
spermatozoa berasal dari sel amoeba yang berkeliaran di lapisan -lapisan tengah
seperti pada Tipe Sycon (Romimohtarto, 2005).
Reproduksi aseksual terjadi dengan cara pembentukan tunas (budding) atau pembentukan sekelompok sel
esensial terutama amoebocyte.
Porifera mempunyai kemampuan melakukan
regenerasi yang tinggi. Bagian tubuh sepon yang terpotong atau rusak akan mengalami regenerasi yang utuh kembali. Kemampuan melakukan regenerasi
ada batasnya, misalnya
potongan sepon
leuconoid harus
lebih besar dari 0,4 mm dan mempunyai beberapa sel choanocyte supaya mampu
melakukan
regenerasi menjadi sepon baru yang kecil (suwarni 2008) .
Gambar 3. Reproduksi aseksual
E. Makanan dan kebiasaan makan
Makanan PhylumPorifera adalah partikel
yang sangat kecil 80% partikel yang kurang dari 5 µm
dan 20% terdiri atas bakteri, dinoflagellata dan nanoplakton partikel yang berukuran 5 µm – 50 µm dimakan dan dibawa oleh amoebocyte. Cara makannya dengan menyaring partikel yang sangat kecil, partikel makanan ditangkap oleh
fibril kelepak pada choanocyte (Megner, 1968 dalam Suwarni,2008).
Spons adalah
pemakan menyaring (filter feder), ia
memperoleh makanan dalam bentuk partikel organik renik hidup atau tidak seperti
bakteri mikroalga dan detritus yang masuk melalui pori-pori arus masuk yang
terbuka dalam air dan di bawa ke dalam rongga lambung atau ruang-ruang
bercambuk (Romimohtarto, 2005). Porifera bersifat holozoik,
dan saprozoik. Partikel-pertikel
makanan menempel pada kolar, pada saat itu mikrovil-mikrovil koanosit bertindak sebagai filter.
Makanan yang telah disaring oleh filter tadi diolah di dalam vakuola makanan
dengan bantuan enzym-enzym pencernaan (Karbohidrase,
protease, dan lipase). Vakuola
tadi kemudian mengadakan gerakan siklosis (dalam rangka mengedarkan sari-sari
makanan di dalam sel koanosit itu sendiri). Setelah itu zat-zat makanan akan di
edarkan ke sel-sel tubuh secara difusi dan osmosis oleh amubosit (Rusyana,
2011).
F. Nilai ekonomis
porifera berperan besar bagi sumber daya manusia, dimana merupakan sumber makanan yang bergizi dan nilai jual yang cukup mahal diekspor ke luar negeri. Demikian pula dengan jenis yang dapat dijadikan obat
antibiotik seperti jenis (asteroidean) kemudian menjadi nilai estetika yang tinggi dari jenis lili laut (Suwarni 2008). Di indonesia porifera
belum memiliki nilai ekonomis, akan tetapi di Amerika telah terdapat
pabrik-pabrik spons dari golongan Demospongia yang dapat dimanfaatkan sebagai
alat pembersih (Rusyana, 2011).
Pemanfaatan spons laut sekarang
ini cenderung semakin meningkat, terutama untuk mencari senyawa bioaktif baru dan memproduksi senyawa bioaktif tertentu, pengumpulan spesimen untuk pemanfaatan tersebut, pada umumnya
diambil secara langsung dari
alam dan belum ada dari hasil budidaya.
Cara seperti ini, jika dilakukan secara terus menerus diperkirakan dapat
mengakibatkan penurunan
populasi secara signifikan karena terjadi
tangkap lebih (overfishing), terutama
pada jenis-jenis tertentu yang senyawa
bioaktifnya
sudah diketahui aktifitas farmakologiknya dan sulit dibuat
sintesisnya. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan pemanfaatan yang berkesinambungan, kelestarian
sumber daya ini perlu dijaga dan
dipertahankan (Suparno,
2005).
III. METODE PRAKTEK
A.
Waktu dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada hari Jumat, 2-11-2012 pukul 02.00-04.00 WITA dan tempat dilaksanakan
praktikum ini di Laboratorium
Produksi Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan
bahan yang digunakan dalam praktikum filum porifera kali ini dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1.
Alat dan bahan yang digunakan beserta kegunaannya
No.
|
Nama
Alat dan Bahan
|
Kegunaan
|
A
|
Alat
-
Baki
-
Pisau bedah
-
Alat Menggambar
-
Wadah /Toples
-
Alat tulis
menulis
-
Lap kasar
-
Buku identifikasi
|
-
Tempat untuk membedah bahan.
-
Untuk membedah bahan.
-
Untuk menggambar morfologi dan anatomi obyek yang diamati.
-
Tempat obyek yang diamati secara morfologi.
-
Untuk menulis
laporan sementara.
-
Untuk membersikan tempat penyimpanan obyek yang diamati.
-
Sebagai petunjuk untuk mengidentifikasi objek yang
diamati.
|
B
|
Bahan
-
Spons
(Spongilla sp.)
-
Formalin
|
-
Obyek yang diamati bentuk morfologi
dan anatominya.
-
Unuk mengawetkan obyek pengamatan
agar tidak busuk.
|
C.
Prosedur Kerja
Adapun
prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum filum porifera adalah sebagai
berikut:
1. Mengamati
oraganisme yang telah di ambil dari perairan.
2. Meletakkan
organisme pada baki (dissecting-pan)
kemudian mengidentifikasi bagian-bagian organisme tersebut.
3. Menggambarkan
bentuk secara morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah di
identifikasi dan memberi keterangan pada buku gambar.
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
Hasil
Pengamatan pada praktikum Filum Porifera adalah sebagai berikut :
a.
Morfologi Filum
Porifera (Spongilla sp.)
1.
Spikula
2.
Osculum
3.
Pori-pori
4.
Base
plate
Gambar 9. Morfologi Filum Porifera
b.
Keterangan
:
1.
Lapisan endoderm
2.
Spikula
3.
Spongocol
Gambar 10. Anatomi Filum Porifera.
B.
Pembahasan
Pada pengamatan
spons yang telah dilakukan,
terlihat struktur morfologinya terdapat osculum, ostium, dan sel epidermis. Hal
ini sesuai dengan pendapat Aslan, dkk., (2012) yang mengatakan bahwa
pada permukaan tubuh terdapat lubang-lubang atau
pori-pori (asal nama porifera) yang merupakan lubang air masuk ke spongocoel,
untuk akhirnya keluar melalui oskulum. Spongocoel adalah rongga pada tubuh Porifera yang
berfungsi untuk menyebarkan makanan. Pada dinding tubuh Sepon terdapat
lubang-lubang kecil yang disebut porosofil
atau pori dan biasa disebut dengan ostium, bagian ini berfungsi untuk
masuknya air dan zat makanan. Osculum
adalah tempat pengeluaran air dan sisa metabolisme pencernaan dari tubuh
Porifera, dimana Porifera ini sangat tergantung pada aliran air dalam
tubuhnya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Hadi (2010), bahwa Porifera sangat tergantung pada aliran air, air
tersebut masuk membawa oksigen dan makanan serta mengangkut sisa-sisa
metabolisme keluar melalui osculum
dan filum porifera juga memiliki sel epidermis sebagai sel terluar tubuh
porifera yang berfungsi melindungi tubunya dari mangsanya.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada sepon yang telah di belah,
tampak zat yang terbuat dari bahan gelatin yang meliputi Amoebocyte lapisan
tengah tubuh porifera yang berfungsi untuk mengedarkan zat-zat makanan, Porocyte (porocyles) dan Myocyt(mesohyl)
berfungsi untuk membuka atau menutup pori-pori, Koanosit (choanocyte) berfungsi untuk pencernaan makanan, Scleroblast berfungsi untuk membentuk spicula atau kerangka tubuh. Acheochyte
merupakan sel amoebosit untuk membentuk sel-sel lain
dan spicula yang merupakan unsur pembentuk tubuh Porifera.
Bagian lapisan
dalam dari spons terdiri atas sel-sel yang mempunyai flagel yang berfungsi
untuk mencerna makanan dan bercorong yang disebut yang disebut sel leher atau
sel koanosit. Lapisan yang membatasi
antara lapisan epidermis dan lapisan endodermis yang disebut mesoglea yang
terdiri atas sel amebosit yang berfungsi sebagai pengangkut zat makanan dan
sisa metabolisme sari sel yang satu ke sel lainnya.
Porifera
berkembang biak secara aseksual maupun seksual. Reproduksi aseksual terjadi
dengan cara pembentukan tunas (budding)
ataupun pembentukan sekelompok sel esensial, terutama amebocyte. Kemudian di
lepaskan. Reproduksi seksual terjadi baik pada sepon yang hermaprodit maupun
diocious. Kebanyakan porifera adalah hermaprodit, namun sel telur dan sperma di
produksi pada waktu yang berbeda. Sperma dan sel telur dihasilkan oleh
amebocyte. Sumber lain mengatakan bahwa sperma juga dapat terbentuk dari
choanocyte (Aslan.
dkk, 2011).
Makanan Porifera
berupa partikel zat organik atau makhluk hidup kecil yang masuk bersama air
melalui pori-pori tubuhnya. Makanan akan ditangkap oleh flagel pada koanosit.
Selanjutnya makanan dicerna di dalam koanosit. Dengan demikian pencernaannya
secara intraselluler. Setelah dicerna, zat makanan diedarkan oleh sel-sel
amubosit ke sel-sel lainnya. Sedangkan zat sisa makanan dikeluarkan melalui
oskulum bersama sirkulasi air (Suwarni,
2011).
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan
hail pengamatan dan pembahasan diatas, yang dapat di simpulkan pada praktikum
filum porifera adalah sebagai berikut:
1. Morfologi porifera yaitu tubuhnya terdiri atas pori-pori
yang biasa disebut dengan ostium, memiliki osculum
(lubang keluar) dan spikula.
Tubuh porifera berbentuk simetris (tidak beraturan),
namun ada juga yang bentuk tubuhnya simetris radial serta berbentuk seperti
tabung, vas bunga, mangkuk atau tumbuhan.
2. Bentuk anatomi dari spons terdiri atas spongocol, dan terdiri atas spiculas, serta lapisan endoderm berfungsi
untuk mengedarkan zat makanan dan dapat berubah fungsi menjadi ovum dan sperma.
3. Porifera
memiliki 3 saluran air yaitu Asconoid, Syconoid, dan Leukonoid. Bahan praktikum termasuk dalam tipe saluran
askonoid karena memiliki saluran air yang sederhana atau tidak rumit.
4.
Porifera dibedakan atas tiga kelas yaitu
Calcarea, Hexactinellida dan Demospongia
B. Saran
Saran yang dapat diajukan pada praktikum Filum
Porifera yaitu sebaiknya pada praktikum berikutnya menggunakan mikroskop agar
lebih mengetahui struktur tubuh spons ada pembanding antara jenis spons yang
satu dengan jenis spons yang lainnya, agar dapat mengetahui secara pasti
perbedaan diantara pembanding tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aslan,
M.L., Dkk. 2012. Penuntun Praktikum Avertebrata Air.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Haluoleo. Kendari.
Hadi, A.T., Biologi dan Ekologi Spons. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI.
Jakarta. Oseana, 35 (1).
Rachmat, R. 2007. Spons Indonesia Kawasan Timur. Pusat Pengembangan Oseanografi-LIPI.
Jakarta. Oseonologi dan Limnologi Indonesia 33: 123-138.
Romimohtarto,
K., dan Juwana, S. 2005. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Djambatan. Bandung.
Rusyana, A. 2011. Zoologi
Invertebrata. Alfabeta. Ciamis. 238 Hal.
Suwarni. 2008. Optimalisasi Proses Belajar
Mengajar Mata Kuliah Avertebrata Air yang Berbasis SCL (Students Center Learning). Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan.
|
Suharyanto. 2010. Distribution and covering percentage of sponge (Porifera) in
different coral reef condition and
depth in Barranglompo Island, South Sulawesi.
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau,
Maros. Biodivesitas, 9 (7):209-212.
Suparno.
2005. Kajian Bioaktif Spons Laut (Forifera:Demospongiae) Suatu Peluang
Alternatif Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia Dalam Bidang Farmasi. IPB.
Bogor. 20 Hal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar